Sifat-sifat Protein
A. Denaturasi
Denaturasi merupakan proses perubahan konfigurasi molekul protein
sehingga terjadi perubahan atau perusakan struktur sekunder, tersier dan
kuartenernya tanpa menyebabkan kerusakan ikatan peptide. Ada dua macam denaturasi,
pengembangan polipeptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil
tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini
tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida,
sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam
ikatan sekunder.
Selain sifat-sifat yang umum, kebanyakan protein
alam masih mempunyai satu atau lebih sifat khusus. Sifat khusus tersebut
misalnya : (a) daya angkut oksigen; (b) mempunyai daya sebagai alat pengangkut
lipida; (c) mempunyai kelarutan tertentu dalam garam encer atau asam encer; dan
(d) mempunyai aktivitas sebagai enzim atau hormon.
Protein
tersebut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu yang panas dan
dingin, sinar ultraviolet, gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat, suasana
asam dan basa yang ekstrim, kation logam berat, penambahan garam jenuh, serta
bahan kimia seperti aseton, alkohol, dan sebagainya dapat mengalami proses
denaturasi. Denaturasi itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa menyebabkan kerusakan
ikatan peptida.
Gelombang ultrasonik dapat merusak lingkar aromatik yang
ada dalam molekul protein, yang berakibat hilangnya interaksi hidrofobik yang
terjadi karena dua lingkar aromatik yang berdekatan. Radiasi sinar ultraviolet
dan panas memberikan energi kinetik pada protein dan menyebabkan atom-atom
tervibrasi cukup sepat sehingga merusak ikatan hidrogen. Radiasi sinar ultraviolet
juga dapat merusak ikatan peptida di dekat lingkar aromatik dalam molekul
protein.
Kontak protein dengan beberapa bahan kimia tertentu dapat
mengakibatkan protein tersebut mengalami denaturasi. Penambahan deterjen pada
kebanyakan larutan protein menyebabkan interaksi hidrofobik pada bagian-bagian
dalam molekul protein menjadi rusak.
Perubahan pH yang terjadi karena penambahan asam mineral
atau penambahan basa pada protein dapat merusak ikatan garam yang terdapat pada
protein tersebut. Seperti kita ketahui, ikatan garam dalam molekul protein
adalah secara ionik dan terjadi karena gaya tarik menarik antara gugus COO dan
gugus NH3 yang berdekatan.
Terdapat 3 mekanisme denaturasi, yaitu (1)
denaturasi protein akibat panas, kondisi panas dapat memutuskan ikatan hydrogen
dan interaksi hidrofobik non polar yang menopang struktur sekunder dan tersier
molekul protein. Hal ini di karenakan suhu tinggi dapat meningkatkan energi
kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat
cepat sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping molekul
polipeptida akan terbuka. Proses denaturasi tersebut menurunkan kelarutan
protein sehingga akan terjadi koagulasi. (2) Denaturasi protein akibat asam
basa, adanya asam dan basa dapat memutuskan jembatan garam pada struktur
tersier protein. Hal ini di karenakan asam dan basa akan terdisosiasi menjadi
produk bermuatan ionik. Mekanisme denaturasi berlangsung ketika terjadi reaksi
subsititusi antara ion positif dan negatif di dalam garam dengan ion
positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. (3)
Denaturasi protein akibat logam berat, reaksi yang terjadi antara logam berat
dengan protein akan mengakibatkan terbentuknya protein-logam yang tidak larut.
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan
oleh ion positif (logam berat) diperlukan pH larutan diatas pI karena protein
bermuatan negative sedangkan pengendapan oleh ion negative diperlukan pH
larutan dibawah pI karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang
dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+,Cu2+ dan Pb2+,
sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion
salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfo salisilat. Logam berat juga
merusak ikatan disulfide karena afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk
menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein.
Denaturasi dapat mengubah sifat protein alam, dan untuk
bermacam-macam protein, perubahan ini tidah seidentik menurut jenis proteinnya,
misalnya (a) aktivitas enzim atau hormon berkurang; (b) kelarutan dalam
garam-garam atau asam-asam encer menurun; (c) kemampuan membentuk cristal
berkurang; dan (d) stabilitasnya menurun sehingga menggumpal.
Dampak yang terjadi pada produk yang mengalami denaturasi dapat
terjadi perubahan seperti berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein
bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian yang
hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalik akan terjadi bila
larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan menggumpal dan
mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekulmengembang dan menjadi
asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat. Protein
akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion
positif (logam) diperlukan pH larutan diatas pi karena protein bermuatan
negatif, pengendapan oleh ion negative diperlukan ph larutan di bawah pi
karena protein bermuatan positif. Protein akan mengalami kekeruhan terbesar
pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan
positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi
yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan.
B. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel
koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut
bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi.
Mekanisme koagulasi terbagi menjadi 2, yaitu secara fisik
dan secara kimia. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti : (1) Pemanasan,
kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol
dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh:
darah (2) Pengadukan, contoh: tepung kanji (3) Pendinginan, contoh: agar-agar.
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang
berbeda muatan dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu: (1) Menggunakan prinsip
elektroforesis, proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel
koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika
partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya
dan bersifat netral. (2) Penambahan koloid, dapat terjadi yaitu, koloid yang
bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang
bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan
membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu
dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi
koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel
koloid,sehingga makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004) (3) Penambahan
elektrolit, jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel
koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif
(kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan
mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas
maka terjadi koagulasi.
Dalam proses koagulasi, stabilitas koloid sangat
berpengaruh.stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel
mempunyai muatan permukaan sejenis (negatif). Beberapa gaya yang menyebabkan
stabilitas partikel, yaitu : (1) Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak
terjadi jika partikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis (2) Bergabung
dengan molekul air (reaksi hidrasi) (3) Stabilisasi yang disebabkan oleh
molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Suspensi atau koloid bisa dikatakan stabil jika semua gaya
tolak menolak antar partikel lebih besardari ada gaya tarik massa, sehingga
dalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi. Untuk menghilangkan kondisi
stabil, harus merubah gaya interaksi antara partikel denganpembubuhan zat kimia
supaya gaya tarik menarik lebih besar.Untuk destabilisasi ada beberapa
mekanisme yang berbeda : (1) Kompresi lapisan ganda listrik dengan muatan yang
berlawanan (2) Mengurangi potensial permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi
molekul yang spesifik denganmuatan elektrostatik berlawanan (3) Adsorpsi
molekul organik diatas permukaan partikel bisa membentuk jembatan molekul
diantara partikel (4) Penggabungan partikel koloid kedalam senyawa presipitasi
yang terbentuk dari koagulan.
Secara garis besar (bedasarkan uraian diatas),
mekanisme koagulasi adalah destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan
positip dari koagulan, tumbukan antar partikel dan adsorpsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi : (1) Pemilihan bahan
kimia, untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap
karakteristik air baku yang akan diolah yaitu suhu, pH, alkalinitas, kekeruhan
dan warna. Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah suhu
berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia
berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima pH, nilai ekstrim baik
tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH optimum
bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.Alkalinitas yang rendah
membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus
demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui
penambahanbahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu). Makin rendah
kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok. Makin sedikit partikel, makin jarang
terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan
flok berakumulasi.Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik
bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat
organik tersebut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar
tercapai
(2) Penentuan dosis optimum koagulan, untuk memperoleh
koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum
mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di
dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada
saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim
hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimumberulang-ulang. (3) Penentuan pH
optimum, penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air,
disebabkan oleh reaksihidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan
di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai
pH tertentu.
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan
koloid akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan.
Penghilangan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika
elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan
cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan
ketika mencapai elektrode. Jadi koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan
di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah
alumunium sulfat [Al2(SO4)3] karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih
murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain.
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan
sehari-hari dan industri : (1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena
koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan
elektrolit dalam air laut (2) Pada pengolahan karet, partikel-partikel karet
dalam lateks digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format
sehingga karet dapat dipisahkan dari lateksnya (3) Lumpur koloidal dalam air
sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liatdalam air
sungai biasanya bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al 3+ dari
tawas (alumunium sulfat) (4) Asap dan tebu dari pabrik/ industri dapat
digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel Asap dari pabrik sebelum
meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan
bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 – 75.000). Ujung-ujung yang runcing akan
mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorbsi oleh
partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan
tertarik dan diikat pad aelektroda yang lainnya. Pengendap cottrel ini banyak
digunakan dalam industri untuk dua tujuan yaitu mencegah udar oleh buangan
beracun atau memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam) (5)
Jika bagian tubuh mengalami luka maka ion Al 3+ atau Fe 3+ segera nenetralkan
partikel albuminoid yang dikandung darah sehingga terjadi penggumpalan darah
yang menutupi luka.
C. Browning
Reaksi pencoklatan browning terdiri dari reaksi
pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis biasa
terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki senyawa fenolik.
Sedangkan reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard
dan pencoklatan akibat vitamin C. Namun, hanya akan dibahas karamelisasi dan
reaksi Maillard saja. Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan
sukrosa dengan amonium bisulfat seperti yang digunakan pada minuman cola,
minuman asam lainnya, produk-produk hasil pemanggangan, sirup, permen, pelet,
dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki muatan negatif (Fennema
1996). Terdapat tiga kelompok karamel, yaitu karamelan, karamelen, dan
karamelin, yang masing-masing memiki bobot molekul berbeda.
Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan
gula pereduksi (gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk
pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali
dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada
protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino.
Faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah
suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Berkaitan
dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun tidak terjadi
pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik untuk reaksi
Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak
sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula
yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar.
Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama
molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain.
Mekanismenya yaitu, pertama- tama gula dan amino
bereaksi membentuk aldosilami yang kemudian mengalami pengaturan kembali
Amadori menjadi ketosaamin. Setelah itu mengalami suatu seri reaksi kompleks
yang akhirnya menghasilkan polimer berwarna coklat yang disebut melanoidin.
Laju pencoklatan meningkat cepat karena peningkatan suhu dan pH di atas 6,8.
Dampak yang ditimbulkan pada produk perubahan yang
terjadi karena adanya proses browning non enzimatik pada produk yaitu menjadi
kecoklatan dan terjadi perubahan rasa yang diinginkan, seperti pada roti bakar.
Namun terdapat juga kerugian yang ditimbulkan, yaitu menurunkan nilai biologis
protein terutama untuk asam amino lisin, sehingga muncul tekstur dan rasa yang
tidak disukai
DAFTAR
PUSTAKA
- Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc
- Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor. Bogor. MBrio Press
- Unggul, Sudarmo. 2004. Kimia SMA Jilid 2. Jakarta . Erlangga hal 198
- Damarjo, Sumin. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
- MaggyThenawijaya, Lehninger. 1990. Dasar-DasarBiokimiaJilid 1. Jakarta :Erlangga.
- Winarno, F.G. 1992. Kimia PangandanGizi.Jakarta : PT. GramediaPusakaUtama.
- Damasceno, F, et al. 2008. Evaluation and Optimization Of Non Enzymatic Browning Of “Cajuina” During Thermal Treatmentl. 1Vol. 25, No. 02, pp. 313 – 320, April – June, 2008 Brazil
- Santoso, Hadi. 2008. PENGARUH PEMANASAN DAN PENGERINGAN DAGING BUAH KELAPA TERHADAP ASAM LEMAK BEBAS PADA PEMBUATAN TEPUNG KELAPA (The Impact of Heating and Drying of Coconut Towards Fatty Acid in Coconut Powder Production). Volume 4, Nomor 2, Desember 2008 Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar